Jumat, 23 November 2012

Kanan? Kiri?

          Gw punya masalah yang lebih kompleks dari sekedar permasalahan rambut kering, bercabang, dan susah diatur.
Gw..
Lemah..
Dalam..
Membedakan..
Kanan dan kiri...

Hal ini gw sadari semenjak gw mulai sekolah. Hari demi hari, selain belajar tentang tenggang rasa, guru gw pun gak pernah lupa untuk mengajarkan kanan dan kiri.
"yang kanan tangan yang baik, yang kiri tangan yang jelek"
Kalimat barusan memang terdengar sangat bisa diperdebatkan. Gak adil dan terkesan intimidating.
Begitu banyak hal yang bisa dibicarakan mengenai kalimat barusan. kenapa? kenapa kanan baik dan kiri enggak? kenapa?

          Pernah pada suatu saat gw bermain "adil sama tangan sendiri" dimana tangan kiri gw kasih beban lebih banyak dibanding tangan kanan. Dimana ketika gw memutuskan untuk makan kue soes kesukaan pake tangan kiri, dan ngebuang eek kucing pake tangan kanan.
Yang paling parah, ketika ngetweet, setelah jempol kanan menekan tombol "send tweet" maka gw harus ngetweet lagi demi membela jempol kiri yang siapa-tahu-pengen-ngerasain-rasanya-mencet-tombol-itu.
Dan belakangan gw sadar, semua hal di dunia ini udah ada fungsinya sendiri - sendiri. Dan gw mau nyama - ratain? mana bisa.

Okay, back to the topic!
Sejak itu gw sadar bahwa gw lemah dalam membedakan kanan dan kiri. Nyokap selalu bilang "patokannya.. tangan kanan untuk makan, tangan kiri untuk cebok" dan walaupun pada kenyataannya gw memang makan pake tangan kanan dan cebok pake tangan kiri, tampaknya pedoman itu tetep kurang kuat untuk menuntun gw kejalan yang benar.

Sampe pada suatu hari gw memandangi tangan, mencoba mencari petunjuk sebagai pedoman pembeda. Kuku jempol sodara sodara! kuku jempol kanan dan kiri gw berbeda!


 Kuku jempol kiri gw cenderung lebih tinggi, sempit dan terlihat manja.


 Sedangkan kuku jempol kanan lebih pendek dan lebar tipikal kuku pekerja keras.


Sejak saat itu, kuku jempol menjadi pedoman pembeda kanan dan kiri gw!


Gw membutuhkan sekitar tiga sampai empat detik untuk memutuskan arah kanan dan kiri, kalau otak gw mentok kelamaan mikir, telunjuk dan jari tengah gw akan langsung menyentuh kuku jempol, dan masalah pun terpecahkan.
Kalo lagi males mikir, ketika ditanya hal yang berhubungan dengan arah, daripada pusing maka gw pun akan nunjuk aja pake jari, "disana, naaaaa!!"



*ditulis dengan typo yang berlebihan ketika menulis "kanan" menjadi "kakan"

Guys, and tits.



Kegelisahan bermula dari banyaknya foto – foto wanita berpakaian minim dengan buah dada menyembul di Home facebook dengan kebanyakan nama album “photography”. Hm?
Yah, walaupun ada beberapa yang tidak dengan pakaian mini, tapi dengan pose yang menggoda. Kira - kira seperti ini:









Okay, perlu gw tekankan, dalam tulisan ini gw tidak akan berbicara mengenai harkat martabat dan harga diri wanita dalam foto – foto tersebut. Melainkan “mengapa foto seperti itu?”
Dan perlu gw tekankan sekali lagi, bahwa dalam tulisan ini gw bukan mau mencerca dan menilai bahwa fotografer di Bandarlampung tukang modus.

Pernah mikir gak kenapa kebanyakan aktivitas hunting foto dan photo contest berisikan model wanita berpakaian seksi berpose menggoda?
Pertanyaan itu gw lemparkan kepada salah seorang teman yang bisa dibilang fotografer, yang berujung dengan perdebatan. Perdebatan yang tegang antara argumentasi tehnik, seni, nilai dan pesan. Uwooowh! Berat!

Sebagai seorang cewek, mungkin gw gak bisa melihat sisi seni, nilai dan pesan dari sebuah foto wanita seksi berpose menggoda. Dan sebagai orang awam, gw gak begitu bisa melihat tehnik kamera, lensa yang digunakan atau blur mana yang lebih baik dari blur lainnya.
Tapi bagi cowok, orang awam sekalipun, foto seperti tu bisa mengirimkan berbagai pesan. Pesan untuk masturbasi misalnya? Haha

Sampai akhirnya perdebatan tersebut pun berujung pada beberapa pemikiran:

  • Kalaupun persentase photographer 80% wanita, apakah aktivitas "hunting foto" akan melibatkan lelaki seksi telanjang dada nangkring di bebatuan? 
  • Keresahan timbul dengan pertanyaan "kenapa dalam aktivitas hunting, sebagian besar objek adalah wanita berpose menggoda dengan pakaian minim?" 
  • Sebagai wanita juga, dan orang yang awam akan kamera, gw pun akan bertanya "what's the fuckin' point?!"



Dan jawabannya simple.. 


Premis 1: 
Female, is an object. Always an interesting object. And can be easily exploited 

Premis 2: 
Di Bandarlampung, hampir bisa dipastikan persentase Photographer lelaki lebih dominan. 

Kesimpulan: 
Which guys that doesn't love girl who's showing tits?



Teruntuk: wanita - wanita yang memliki keresahan yang sama, mungkin bisa sedikit tercerahkan.



Kamis, 22 November 2012

Menulis Takdir

Judul postingnya serius banget ya? hahahha



Okay, merujuk ke cerita Summer kepada Tom tentang kisahnya bertemu dengan seorang pria di sebuah coffeshop yang akhirnya membuat Summer meninggalkan Tom dan memutuskan untuk menikah dengan pria tersebut dalam film 500 Days Of Summer. Gw pun punya sedikit cerita..

Pada suatu hari, gw mendatangi sebuah coffe shop di Bandar Lampung untuk menghadiri suatu rapat kecil. Setelah rapat selesai, gw pun berjalan menuju pintu keluar, dan tepat didekat pintu tersebut ada sebuah meja dan beberapa kursi yang salah satunya diduduki oleh seseorang dengan wajah yang gak begitu asing.
Setelah bertukar pandangan, gw seakan hilang dari bumi. Gw terdiam beberapa saat dan gak bisa berfikir apa - apa kecuali dia.
Wajah yang begitu teduh dan pandangan yang begitu hangat, ngebuat gw rasanya pengen senyum dan bilang "kamu kemana aja selama ini?" lalu bersandar di bahunya sambil menghabiskan masa tua.
Mungkin ini kali ya yang dibilang love at the first sight? *kemudian muntah darah*
Whatever it is yang jelas gw merasa bahwa dia adalah orang yang selama ini gw cari - cari, dan gw yakin dia pun merasa begitu. Kenapa gw bisa sebegitu yakin? karena gw scorpio. Ha!

Malam harinya, gw gak bisa tidur.  Berfikir sekiranya apa yang harus gw lakukan sekarang?
Fasenya akan selalu seperti itu, berdekatan, curi - curi pandang, menghabiskan banyak waktu bareng, berciuman lalu jatuh kedalam lubang kegilaan, gila segila - gilanya, dalam sedalam - dalamnya, lalu dari dasar lubang muncul semburan lumpur yang begitu hebatnya, hingga dapat mengangkat dua manusia tersebut ke permukaan, dimana semuanya terang, jelas, dan mereka pun akan tersadar betapa kotornya mereka, dan merasa bodoh karena telah melompatkan diri kedalam lubang tersebut.
Tapi kalo gw diem aja, maka yasudah, pertemuan itu mungkin cuma akan jadi angin lalu, bahkan gak akan terekam dalam otak untuk di playback. Gw dan dia akan tetep gak saling kenal, gak peduli satu sama lain dan mungkin sesuatu yang gw sebut love at the first sight tadi akan gak berarti apa apa. Mungkin pandangan tadi akan hilang ditelan pandangan - pandangan lainnya.

Dan gw bukanlah tipikal cewek seru yang akan melakukan hal gila kayak Sara dan Jonathan di film Serendipity, atau secerdik Amelie dengan segala teka - teki yang dibuatnya di film Amelie Poulain untuk bisa kenalan dengan cowok idamannya. Tapi malam itu gw tahu gw harus melakukan sesuatu, mengambil sebuah keputusan.
Keputusan yang akan berdampak besar dalam garis kehidupan gw, yang akan mempengaruhi kehidupan gw di depan. Dan bukankah hidup adalah kumpulan kejadian akibat dari keputusan?

Lalu keputusan apa yang akhirnya gw ambil malam itu? Yang jelas malam itu gw melukis sendiri garis di tangan gw. Gw menulis takdir.